HUKUM PEMERKOSAAN
Tipe Dokumen | : | Artikel |
Sumber | : | |
Bidang Hukum | : | Umum |
Tempat Terbit | : | Tanah Laut, 2024 |
Oleh : Abdus Syahid Ihsan S.I.Kom Apa itu pemerkosaan perkosaan adalah tindak pidana yang
menyerang integritas, perkosaan juga merupakan suatu usaha melampiaskan hawa
nafsu seksual oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan dengan cara
menurut moral dan/atau hukum yang berlaku adalah melanggar hukum. Tindak pidana perkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP lama
yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, sebagai berikut: Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena
melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Dari bunyi Pasal 285 KUHP di atas, perkosaan
didefinisikan bila dilakukan hanya di luar perkawinan. Selain itu, kata-kata
“bersetubuh” memiliki arti bahwa secara hukum perkosaan terjadi pada
saat sudah terjadi penetrasi, sehingga, pada saat belum terjadi penetrasi
peristiwa tersebut tidak dapat dikatakan perkosaan tetapi masuk dalam
kategori pencabulan. Jika dalam
Pasal 285 KUHP secara spesifik diatur bahwa korban adalah wanita, dalam Pasal
473 UU 1/2023, korban tidak hanya wanita saja, melainkan bisa berupa pria,
suami, istri, atau anak. Berikut adalah bunyi Pasal 473
UU 1/2023:
a.
persetubuhan dengan
seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa orang itu
merupakan suami/istrinya yang sah; b.
persetubuhan dengan Anak; c.
persetubuhan dengan
seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan
atau tidak berdaya; atau d.
persetubuhan dengan
penyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual dengan memberi
atau menjanjikan uang atau Barang, menyalahgunakan wibawa yang timbul dari
hubungan keadaan, atau dengan penyesatan menggerakkannya untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan persetubuhan dengannya, padahal tentang keadaan
disabilitas itu diketahui. Kasus pemerkosaan di Indonesia cukup tinggi.
Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(Kemenpppa) per 1 Januari 2022 ada sebanyak 16.876 kasus pemerkosaan yang
dilaporkan. Korban pemerkosaan bervariasi, tidak hanya
perempuan saja tetapi juga laki-laki. Kendati demikian, memang jumlah laporan
korban perempuan lebih banyak dari korban laki-laki. Menurut Kemenpppa jumlah korban pemerkosaan
perempuan yang melapor per 1 Januari tahun ini ada sebanyak 15.513 orang,
sedangkan laki-laki sebanyak 2.671 orang. Menurutnya suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai
tindak pidana pemerkosaan apabila telah memenuhi unsur-unsur berikut : 1.
kekerasan atau dengan ancaman
kekerasan Kekerasan dalam pasal 285 KUHP merujuk pada perbuatan
yang dilakukan oleh seseorang atau pelaku pemerkosaan untuk membuat korbannya
menjadi pingsan atau tidak berdaya. 2.
Memaksa Memaksa merupakan suatu tindakan yang membuat seseorang menjadi
terpojok, sehingga tidak ada pilihan lain baginya selain mengikuti kemauan dari
pelaku. Pemaksaan pada
dasarnya akan tetap disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dari si
pemaksa. 3.
Seorang
Wanita Melalui unsur ini, secara tidak langsung
juga memberikan petunjuk bahwa pelaku dari tindak pidana pemerkosaan adalah
seorang laki-laki. Hal ini karena mayoritas kasus membuktikan bahwa laki-laki
dapat melakukan persetubuhan dengan wanita tanpa memandang usia baik anak-anak
maupun lansia. 4.
Wanita
itu bukan istrinya atau di luar perkawinan Di dalam konteks perkara ini, wanita yang
menjadi korban pemerkosaan tentunya berstatus di luar perkawinan dengan pelaku.
Namun, dalam penerapannya masalah persetubuhan yang terjadi baik di dalam
maupun di luar perkawinan harus mempertimbangkan ketentuan yang terdapat dalam
UU No. 1 Tahun 1974 tentang hukum perkawinan. Perbuatan pemerkosaan adalah salah satu bentuk
kejahatan terhadap seksual yang umumnya terjadi pada perempuan dan anak, namun
tidak memungkiri juga terjadi pada kaum laki-laki, mengingat perkembangan saat
ini. Pemerkosaan merupakan suatu bentuk perbuatan kriminal yang termasuk isu
seksual yang terjadi ketika seseorang memaksakan kehendak birahinya kepada
manusia lain untuk mau mengikuti hasratnya melakukan hubungan seksual dalam
bentuk penetrasi vagina dengan penis, yang dilkukan secara paksa dan/atau dengan
cara kekerasan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, perkosaan memiliki arti
atau makna yaitu suatu perbuatan menggagahi atau melanggar dengan kekerasan.
Sedangkan pemerkosaan sendiri diartikan sebagai suatu cara, proses, perbuatan
yang melanggar kesusilaan terhadap orang lain, yang dilakukan dengan cara paksa
dan/atau dengan kekerasan pula. Pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap
perempuan tertuang pula pada Intruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang
pengapusan jenis kelamin yang mengharuskan setiap institusi penyelenggara
pemerintah mengintegrasikan pengarusutamaan jenis kelamin dalam program dan
budgetnya. Perempuan yang cenderung sering menjadi sasaran para predator seks
diharapkan dapat lebih mawas diri dan waspada dalam berpakaian dan bersikap,
jangan sampai mengundang para predator atau pelaku seks untuk merealisasikan
niat jahatnya. Selain itu peran serta masyarakat juga sangat penting, dimana
harus sadar akan kehadiran ancaman-ancaman dari para pelaku pemerkosaan
sehingga lebih mengawasi putra-putri mereka, keluarga mereka dan orag disekitar
mereka. Jangan sekal-seklai mengucilkan para korban, gunakanlah pendekatan
psikologis untuk membantu korban bukannya mengucilkan mereka. Tindak pidana pemerkosaan dapat dilihat
penaturannya dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana lebih spesifiknya pada
pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi bahwa siapa
saja yang memaksa seorang wanita atau perempuan untuk bersetubuh dengannya
tanpa adanya ikatan perkawinan, dengan cara kekerasan dapat dihukum pidana
selama dua belas tahun penjara. Selanjutnya, Kekerasan seksual juga diatur
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 46 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga mengatur mengenai kekerasan seksual yaitu setiap orang dapat
dipidana penjara selama 12 tahun ata denda sebanyak Rp.36.000.000,00 (tiga enam
juta rupiah) jika tebukti melakukan perbuatan seperti yang dimaksud dalam pasal
8 huruf a Undang-Undang ini. Merujuk
pada RKUHP yang sedang bermasalah saat ini, khususnya pada Pasal 480 ayat (1)
dan ayat (2), per 28 Agustus 2019 yang segera akan disahkan DPR RI, pelaku
pemerkosaan terhadap pasangannya yang sah dapat dijatuhi hukuman pidana paling
lama selama 12 tahun penjara. Fenomena kejahatan pemerkosaan sering dan banyak
terjadi di masyarakat, untuk itu kita harus waspada dan lebih berhati-hati
dalam melakukan suatu aktifitas di dalam maupun di luar lapangan. Contoh kasus
pemerkosaan terhadap perempuan yang terjadi di Bali yang terjadi di Sanur dekat
penginapan, dimana korban dan pelaku kenal satu sama lain melalui aplikasi
chatting, korban yang merasa tak terima dengan perbuatan pelaku akhirnya
melapor ke pihak berwajib, setelah itu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dari
sini kita ketahui bahwa social media juga berpengaruh dalam perkembangan
kejahatan seksual yang terjadi untuk itu bijakla bersosial media. Karena para
pelaku dapat melakukan segala cara untuk merealisasikan niatnya, sehingga kita
harus pintar dalam membawa diri dan berinteraksi dengan orang- orang disekitar
kita baik secara langsung maupun tidak langsung melalui aplikasi pesan. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,
hanya memberikan perlindungan terhadap tersangka atau terdakwa untuk memperoleh
perlindungan dari bermacam kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia. Oleh
karena itu, sudah selayaknya kepada saksi dan korban diberikan perlindungan
ekstra yang dirumuskan dengan peraturan untuk mendapatkan keadilan secara
seimbang. Dalam konteks perlindungan terhadap korban kejahatan, adanya upaya
preventif maupun represif yang dilakukan, baik di masyarakat maupun pemerintah
(melalui aparat penegak hukumnya), seperti pemberian perlindungan/pengawasan
dari berbagai ancaman yang dapat membahayakan nyawa korban, pemberian bantuan
medis, maupun hukum secara memadai, proses pemeriksaan dan peradilan yang fair
terhadap pelaku kejahatan, pada dasarnya merupakan salah satu perwujudan dari
perlindungan hak asasi manusia serta instrument penyeimbang.
REFERENSI Renata Christia Auli, S.H. (2024). Di akses pada
tanggal 5 Desember 2024 dari https://www.hukumonline.com/klinik/a/bunyi-pasal-285-kuhp-tentang-perkosaan-lt66cc9b9e4542d/
Widhia Arum Wibawana, (2023). Di akses pada tanggal 5
Desember 2024 dari
“https://news.detik.com/berita/d-6500512/3-cara-menulis-daftar-pustaka-dari-internet-beserta-contohnya” |
||
File Lampiran | : | File tidak terseida, silahkan hubungi kami disini |