Artikel Hukum

Penjatuhan Sanksi terhadap Pidana Korupsi Menurut Masyarakat Indonesia

  • Posting: 11 Feb 2025
  • Oleh : Admin
  • Dilihat : 235 kali
  • Diunduh : 55 kali
Tipe Dokumen : artikel
Sumber :
Bidang Hukum :
Tempat Terbit : Pelaihari, 2025
Lokasi :
Bahasa : Indonesia
T.E.U Orang/Badan : Nadella Anggraeni, SH

Penjatuhan Sanksi terhadap Pidana Korupsi Menurut Masyarakat Indonesia

Oleh Abdus Syahid Ihsan, S.I.Kom

Korupsi merupakan salah satu kejahatan yang paling merugikan masyarakat dan negara. Di Indonesia, korupsi telah menjadi masalah yang serius dan telah merusak berbagai aspek kehidupan masyarakat. Penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah korupsi dan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi. Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang penjatuhan sanksi terhadap pidana korupsi menurut masyarakat Indonesia.

Korupsi dalam hukum diartikan melalui Kamus Hitam Hukum dengan arti suatu perbuatan yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan yang berlawanan dengan tugas atau kegiatan kedinasan yang dilakukan dengan kebenaran pada porsinya masing masing. Korupsi juga diartikan sebagai perilaku seseorang yang pastinya melanggar hukum dan adanya kesalahan yang diperbuat secara finansial sehingga bertentangan secara alamiah sifat manusia dari kewajiban dan kebenaran.

Fenomena korupsi yang terus berlangsung di Indonesia menjadi permasalahan yang serius dan melanggar berbagai hukum di Indonesia. Korupsi sendiri secara hukum materiil telah tercantum di dalam hierarki utama, secara jelas telah mengatur terkait tindakan pidana korupsi di Indonesia dengan disahkannya Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau yang disebut dengan Undang-Undang Tipikor. Undang-Undang Tipikor ini setidaknya terdiri dari 45 pasal dengan berbagai ketentuan berupa tindakan korupsi maupun ancaman hukumannya sendiri di Indonesia.

Pemidanaan mati yang telah dibuat di dalam Undang-Undang Tipikor belum secara jelas mengatur keadaan tertentu yang dapat menjadikan tolak ukur tindakan pidana korupsi seseorang termasuk di dalam pemindaan berat hingga menyebabkan dakwaan menjadi tindakan mati. Namun, menurut historis pemberian hukuman mati ini terdapat salah pengaturan pelaksana sementara yang menjelaskan terkait tindakan hukuman mati terhadap koruptor di Indonesia yaitu ketika terjadi Pandemi COVID-19. Perpu Nomor 1 Tahun 2020 ini dianggap akan berpotensi ganjal dan dapat menjadi boomerang oleh pemerintah Indonesia untuk para pejabat. Perpu ini secara garis besar hanya menjelaskan pedoman alokasi anggaran yang akan bisa dipidanakan apabila terjadinya pandemi COVID-19 saja, adanya ketimpangan apabila kasus yang berhubungan dengan korupsi bukan termasuk kerugian keuangan negara dalam pemanfaatan anggarannya. Pejabat sendiri tidak dapat dipidana apabila menggunakan anggaran berdasarkan fungsinya, juga Perpu di atas bukanlah sengketa tata usaha negara.

Kasus tindakan korupsi di Indonesia dalam keadaan tertentu secara realistis ada dan pernah terjadi bahkan merugikan negara. Hal ini bisa terlihat terdapat ketika Pandemi COVID-19 sendiri terdapat tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Menteri Sosial dengan indikasi kejahatan menggunakan korupsi pengadaan dana bantuan sosial COVID-19 senilai Rp 5,9 Triliun rupiah dalam bentuk paket sembako yang didalam putusannya hanya dihukum 12 Tahun dan bukanlah hukuman maksimal dalam pidana. Selain itu juga, terdapat kasus korupsi yang terjadi pasca gempa dilombok dan pelaku hanya dihukum 2 tahun penjara saja.

Korupsi mencakup berbagai jenis, termasuk, tetapi tidak terbatas pada, penyuapan barang atau uang, penggelapan uang publik yang sering dilakukan oleh pejabat pemerintah, kebohongan dan tindakan tidak jujur, pemerasan atau pemaksaan dengan tujuan mengambil keuntungan. Korupsi akan semakin berbahaya dan berdampak besar jika dibiarkan terus menerus. Generasi berikutnya akan berpikir bahwa korupsi adalah hal yang normal di masyarakat (Arinda, 2022). Korupsi juga meningkat di negara-negara Indonesia, sehingga tindakan ini menjadi fokus utama dan mendapat perhatian khusus dibandingkan dengan tindakan lainnya. Fenomena ini memiliki konsekuensi negatif yang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Masyarakat dan internasional (Tarmizi, 2010). Korupsi berkembang menjadi tindakan yang sangat bertentangan dengan moral dan peraturan yang berlaku, yang tidak dapat dicegah, sehingga hubungan antar sistem hubungan masyarakat menjadi tidak rukun dan akhirnya mengarah pada individualisme. Seorang yang memiliki jabatan akan dengan mudah melakukan perbuatannya dalam urusan memperkaya diri. Diibaratkan penyakit, perkembangan korupsi di Indonesia telah terbagi menjadi tiga tahap yaitu elitis, endemik, dan sistemik. Di lingkungan para pejabat, korupsi masih menjadi patologi sosial yang khas jika dilihat dari tahap elitis. Dari tahap endemik, masyarakat luas telah dijangkau oleh wabah korupsi. Lalu penyakit serupa telah menjangkit setiap individu di dalam sistem ketika korupsi menjadi sistemik pada tahap kritis. Bisa jadi, pada titik sistemik penyakit korupsi di bangsa ini telah sampai.

Pengertian Korupsi

Korupsi adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok. Korupsi dapat berupa suap, pemerasan, penggelapan, atau tindakan lain yang merugikan masyarakat dan negara. Korupsi telah menjadi masalah yang serius di Indonesia dan telah merusak berbagai aspek kehidupan masyarakat.

 

Sanksi terhadap Pidana Korupsi

Sanksi terhadap pidana korupsi di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku korupsi meliputi:

1. Pidana Penjara: Pelaku korupsi dapat dijatuhi pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.

2. Denda: Pelaku korupsi dapat dijatuhi denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

3. Pengembalian Uang: Pelaku korupsi dapat diwajibkan mengembalikan uang yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

 

Pandangan Masyarakat Indonesia terhadap Penjatuhan Sanksi

Masyarakat Indonesia memiliki pandangan yang beragam terhadap penjatuhan sanksi terhadap pidana korupsi. Berikut adalah beberapa pandangan masyarakat Indonesia:

1. Sanksi yang Lebih Berat: Banyak masyarakat Indonesia yang berpendapat bahwa sanksi terhadap pelaku korupsi perlu diperberat untuk memberikan efek jera. Mereka berpendapat bahwa sanksi yang ada saat ini belum cukup efektif untuk mengatasi masalah korupsi.

2. Keadilan: Masyarakat Indonesia juga menginginkan keadilan dalam penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi. Mereka berpendapat bahwa pelaku korupsi harus dijatuhi sanksi yang setimpal dengan tindak pidana yang dilakukan.

3. Pengembalian Uang: Masyarakat Indonesia juga menginginkan agar pelaku korupsi diwajibkan mengembalikan uang yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Hal ini diharapkan dapat memulihkan kerugian yang dialami oleh masyarakat dan negara.

 

Faktor yang Mempengaruhi Penjatuhan Sanksi

Penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk:

1. Kualitas Pembuktian: Kualitas pembuktian yang kuat sangat penting dalam penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi.

2. Keadilan: Keadilan juga merupakan faktor penting dalam penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi.

3. Politik: Politik juga dapat mempengaruhi penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi.

 

Upaya Meningkatkan Efektivitas Penjatuhan Sanksi

Upaya meningkatkan efektivitas penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi dapat dilakukan melalui beberapa cara, termasuk:

1. Meningkatkan Kualitas Pembuktian: Meningkatkan kualitas pembuktian yang kuat sangat penting dalam penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi.

2. Meningkatkan Keadilan: Meningkatkan keadilan dalam penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi juga sangat penting.

3. Meningkatkan Pengawasan: Meningkatkan pengawasan terhadap pelaku korupsi juga dapat membantu meningkatkan efektivitas penjatuhan sanksi.

Kesimpulan

Penjatuhan sanksi terhadap pidana korupsi merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah korupsi di Indonesia. Masyarakat Indonesia memiliki pandangan yang beragam terhadap penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi, namun pada umumnya mereka menginginkan sanksi yang lebih berat dan keadilan dalam penjatuhan sanksi. Upaya meningkatkan efektivitas penjatuhan sanksi dapat dilakukan melalui meningkatkan kualitas pembuktian, keadilan, dan pengawasan. Dengan demikian, diharapkan penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi dapat lebih efektif dalam mengatasi masalah korupsi di Indonesia.

 

Daftar Pustaka

Bustamam, Amrullah. “Death Penalty for Corruptors in Non-Natural Disaster Fund in The Presidential Decree No. 12 of 2020 [Pidana Mati Bagi Koruptor Dana Bencana Non Alam: Studi Terhadap Konsekuensi Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020].” Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana Dan Politik Hukum 9, no. 2 (2020): 260–80.

Sumardi, Dedy, Mukhsin Nyak Umar, Ruslan Sangaji, Firdaus M Yunus, and Rahmatul Akbar. “Transition of Civil Law to Public Law: Integration of Modern Punishment Theory in Criminal Apostasy.” AHKAM?: Jurnal Ilmu Syariah 22, no. 1 (June 30, 2022).

 

 

File Lampiran : Download 30.57 KB
Jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan Hubungi Kami