Penjatuhan Sanksi terhadap Pidana Korupsi Menurut Masyarakat Indonesia
- Posting: 11 Feb 2025
- Oleh : Admin
- Dilihat : 241 kali
- Diunduh : 55 kali
Tipe Dokumen | : | artikel |
Sumber | : | |
Bidang Hukum | : | |
Tempat Terbit | : | Pelaihari, 2025 |
Lokasi | : | |
Bahasa | : | Indonesia |
T.E.U Orang/Badan | : | Nadella Anggraeni, SH |
Penjatuhan Sanksi terhadap Pidana
Korupsi Menurut Masyarakat Indonesia Oleh Abdus Syahid Ihsan, S.I.Kom Korupsi merupakan salah satu
kejahatan yang paling merugikan masyarakat dan negara. Di Indonesia, korupsi
telah menjadi masalah yang serius dan telah merusak berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi merupakan salah satu
upaya untuk mengatasi masalah korupsi dan memberikan efek jera bagi pelaku
korupsi. Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang penjatuhan sanksi
terhadap pidana korupsi menurut masyarakat Indonesia. Korupsi dalam hukum diartikan
melalui Kamus Hitam Hukum dengan arti suatu perbuatan yang dilakukan untuk
mendapatkan keuntungan yang berlawanan dengan tugas atau kegiatan kedinasan
yang dilakukan dengan kebenaran pada porsinya masing masing. Korupsi juga
diartikan sebagai perilaku seseorang yang pastinya melanggar hukum dan adanya
kesalahan yang diperbuat secara finansial sehingga bertentangan secara alamiah
sifat manusia dari kewajiban dan kebenaran. Fenomena
korupsi yang terus berlangsung di Indonesia menjadi permasalahan yang serius
dan melanggar berbagai hukum di Indonesia. Korupsi sendiri secara hukum
materiil telah tercantum di dalam hierarki utama, secara jelas telah mengatur
terkait tindakan pidana korupsi di Indonesia dengan disahkannya Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau yang disebut dengan
Undang-Undang Tipikor. Undang-Undang Tipikor ini setidaknya terdiri dari 45
pasal dengan berbagai ketentuan berupa tindakan korupsi maupun ancaman
hukumannya sendiri di Indonesia. Pemidanaan
mati yang telah dibuat di dalam Undang-Undang Tipikor belum secara jelas
mengatur keadaan tertentu yang dapat menjadikan tolak ukur tindakan pidana
korupsi seseorang termasuk di dalam pemindaan berat hingga menyebabkan dakwaan
menjadi tindakan mati. Namun, menurut historis pemberian hukuman mati ini
terdapat salah pengaturan pelaksana sementara yang menjelaskan terkait tindakan
hukuman mati terhadap koruptor di Indonesia yaitu ketika terjadi Pandemi
COVID-19. Perpu Nomor 1 Tahun 2020 ini dianggap akan berpotensi ganjal dan
dapat menjadi boomerang oleh pemerintah Indonesia untuk para pejabat. Perpu ini
secara garis besar hanya menjelaskan pedoman alokasi anggaran yang akan bisa
dipidanakan apabila terjadinya pandemi COVID-19 saja, adanya ketimpangan
apabila kasus yang berhubungan dengan korupsi bukan termasuk kerugian keuangan
negara dalam pemanfaatan anggarannya. Pejabat sendiri tidak dapat dipidana
apabila menggunakan anggaran berdasarkan fungsinya, juga Perpu di atas bukanlah
sengketa tata usaha negara. Kasus tindakan
korupsi di Indonesia dalam keadaan tertentu secara realistis ada dan pernah
terjadi bahkan merugikan negara. Hal ini bisa terlihat terdapat ketika Pandemi
COVID-19 sendiri terdapat tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Menteri
Sosial dengan indikasi kejahatan menggunakan korupsi pengadaan dana bantuan
sosial COVID-19 senilai Rp 5,9 Triliun rupiah dalam bentuk paket sembako yang
didalam putusannya hanya dihukum 12 Tahun dan bukanlah hukuman maksimal dalam
pidana. Selain itu juga, terdapat kasus korupsi yang terjadi pasca gempa
dilombok dan pelaku hanya dihukum 2 tahun penjara saja. Korupsi
mencakup berbagai jenis, termasuk, tetapi tidak terbatas pada, penyuapan barang
atau uang, penggelapan uang publik yang sering dilakukan oleh pejabat
pemerintah, kebohongan dan tindakan tidak jujur, pemerasan atau pemaksaan
dengan tujuan mengambil keuntungan. Korupsi akan semakin berbahaya dan
berdampak besar jika dibiarkan terus menerus. Generasi berikutnya akan berpikir
bahwa korupsi adalah hal yang normal di masyarakat (Arinda, 2022). Korupsi juga
meningkat di negara-negara Indonesia, sehingga tindakan ini menjadi fokus utama
dan mendapat perhatian khusus dibandingkan dengan tindakan lainnya. Fenomena
ini memiliki konsekuensi negatif yang dapat mempengaruhi berbagai aspek
kehidupan. Masyarakat dan internasional (Tarmizi, 2010). Korupsi berkembang
menjadi tindakan yang sangat bertentangan dengan moral dan peraturan yang
berlaku, yang tidak dapat dicegah, sehingga hubungan antar sistem hubungan
masyarakat menjadi tidak rukun dan akhirnya mengarah pada individualisme.
Seorang yang memiliki jabatan akan dengan mudah melakukan perbuatannya dalam
urusan memperkaya diri. Diibaratkan penyakit, perkembangan korupsi di Indonesia
telah terbagi menjadi tiga tahap yaitu elitis, endemik, dan sistemik. Di
lingkungan para pejabat, korupsi masih menjadi patologi sosial yang khas jika
dilihat dari tahap elitis. Dari tahap endemik, masyarakat luas telah dijangkau
oleh wabah korupsi. Lalu penyakit serupa telah menjangkit setiap individu di
dalam sistem ketika korupsi menjadi sistemik pada tahap kritis. Bisa jadi, pada
titik sistemik penyakit korupsi di bangsa ini telah sampai. Pengertian
Korupsi Korupsi adalah
tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang untuk memperoleh keuntungan
pribadi atau kelompok. Korupsi dapat berupa suap, pemerasan, penggelapan, atau
tindakan lain yang merugikan masyarakat dan negara. Korupsi telah menjadi
masalah yang serius di Indonesia dan telah merusak berbagai aspek kehidupan
masyarakat.
Sanksi
terhadap Pidana Korupsi Sanksi
terhadap pidana korupsi di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sanksi yang dapat
dijatuhkan terhadap pelaku korupsi meliputi: 1. Pidana
Penjara: Pelaku korupsi dapat dijatuhi pidana penjara minimal 4 tahun dan
maksimal 20 tahun. 2. Denda:
Pelaku korupsi dapat dijatuhi denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1
miliar. 3.
Pengembalian Uang: Pelaku korupsi dapat diwajibkan mengembalikan uang yang
diperoleh dari tindak pidana korupsi.
Pandangan Masyarakat Indonesia
terhadap Penjatuhan Sanksi Masyarakat Indonesia memiliki
pandangan yang beragam terhadap penjatuhan sanksi terhadap pidana korupsi.
Berikut adalah beberapa pandangan masyarakat Indonesia: 1. Sanksi yang Lebih Berat: Banyak
masyarakat Indonesia yang berpendapat bahwa sanksi terhadap pelaku korupsi
perlu diperberat untuk memberikan efek jera. Mereka berpendapat bahwa sanksi
yang ada saat ini belum cukup efektif untuk mengatasi masalah korupsi. 2. Keadilan: Masyarakat Indonesia
juga menginginkan keadilan dalam penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi.
Mereka berpendapat bahwa pelaku korupsi harus dijatuhi sanksi yang setimpal
dengan tindak pidana yang dilakukan. 3. Pengembalian Uang: Masyarakat
Indonesia juga menginginkan agar pelaku korupsi diwajibkan mengembalikan uang
yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Hal ini diharapkan dapat memulihkan
kerugian yang dialami oleh masyarakat dan negara.
Faktor yang Mempengaruhi Penjatuhan
Sanksi Penjatuhan sanksi terhadap pelaku
korupsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk: 1. Kualitas Pembuktian: Kualitas
pembuktian yang kuat sangat penting dalam penjatuhan sanksi terhadap pelaku
korupsi. 2. Keadilan: Keadilan juga
merupakan faktor penting dalam penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi. 3. Politik: Politik juga dapat
mempengaruhi penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi.
Upaya Meningkatkan Efektivitas
Penjatuhan Sanksi Upaya meningkatkan efektivitas
penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi dapat dilakukan melalui beberapa
cara, termasuk: 1. Meningkatkan Kualitas
Pembuktian: Meningkatkan kualitas pembuktian yang kuat sangat penting dalam
penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi. 2. Meningkatkan Keadilan:
Meningkatkan keadilan dalam penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi juga
sangat penting. 3. Meningkatkan Pengawasan:
Meningkatkan pengawasan terhadap pelaku korupsi juga dapat membantu
meningkatkan efektivitas penjatuhan sanksi. Kesimpulan Penjatuhan sanksi terhadap pidana
korupsi merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah korupsi di
Indonesia. Masyarakat Indonesia memiliki pandangan yang beragam terhadap
penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi, namun pada umumnya mereka menginginkan
sanksi yang lebih berat dan keadilan dalam penjatuhan sanksi. Upaya
meningkatkan efektivitas penjatuhan sanksi dapat dilakukan melalui meningkatkan
kualitas pembuktian, keadilan, dan pengawasan. Dengan demikian, diharapkan
penjatuhan sanksi terhadap pelaku korupsi dapat lebih efektif dalam mengatasi
masalah korupsi di Indonesia.
Daftar Pustaka Bustamam, Amrullah. “Death Penalty
for Corruptors in Non-Natural Disaster Fund in The Presidential Decree No. 12
of 2020 [Pidana Mati Bagi Koruptor Dana Bencana Non Alam: Studi Terhadap
Konsekuensi Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020].” Legitimasi: Jurnal Hukum
Pidana Dan Politik Hukum 9, no. 2 (2020): 260–80. Sumardi, Dedy, Mukhsin Nyak Umar,
Ruslan Sangaji, Firdaus M Yunus, and Rahmatul Akbar. “Transition of Civil Law
to Public Law: Integration of Modern Punishment Theory in Criminal Apostasy.”
AHKAM?: Jurnal Ilmu Syariah 22, no. 1 (June 30, 2022).
|
||
File Lampiran | : | Download 30.57 KB |